BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah
kehidupan berbangsa dan bernegara pada Republik Indonesia
dimulai pada tahun 1945.
Pada tahun itulah berdirinya Negara Republik
Indonesia sebagai suatu
kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan
berkobar-kobar hatinya,
menimbulkan suatu kesadaran batin yang dinamakan
bangsa.
1.Persatuan Indonesia
merupakan ide besar yang merupakan
cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia
2. Persatuan Indonesia telah
menjiwai proses penetapan bentuk negara. Bentuk negara yang telah dipilih harus
memungkinkan terwujud dan terjaminnya Persatuan Indonesia.
3.Berdirinya Negara ini
tidak hanya ditandai oleh Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan
tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang merumuskan berbagai
masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur Negara
mulai ada
4. Walaupun secara jelas pada masa itu belum
ada lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat
diatasi dengan adanya Aturan Tambahan
dan Aturan Peralihan dalam UUD
1945.
5.Setelah UUD 1945
berlangsung selama 4 tahun diganti dengan
Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti lagi dengan UUDS
1950. Pada masa UUDS 1950 terselenggara
pemilihan umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat masyarakat dalam Undang-Undang
Dasar. Hasil pemilihan umum tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
suatu lembaga perwakilan rakyat, dan
terbentuk Konstituante yang bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama
beberapa tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara sepihak.
Setelah itu dimulailah periode kembali ke UUD
1945 ditandai dengan Dekrit Presiden
tahun 1959. Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan zaman ini Setelah tahun 1998 dimulai
tuntutan-tuntutan akan perubahan mendasar di Republik Indonesia. Yang
terpenting adalah dua tuntutan
masyarakat pada saat itu adalah Supremasi Hukum dan Amandemen atau
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka
yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah Perubahan Undang-Undang Dasar karena
dalam Sebelum Perubahan UUD 1945
kedudukan MPR adalah sebagai lembaga
pemegang kedaulatan Rakyat. Dalam kekuasaan
Majelis Permusywaratan Rakyat ini seluruh aturan ketatanegaraan
dirancang dan diawasi.
Dalam
menjalankan kekuasaan ini Majelis Permusyawaratan Rakyat bertindak seakan tidak
pernah salah. Karena terkait dengan sistem ketatanegaraan, perekrutan anggota
dan sistem pengambilan keputusan MPR (hal ini lebih dikhususkan pada masa orde
baru). Dalam penelitian ini Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
akan dibahas dalam sudut pandang Kedudukan MPR Dan akibat perubahan dari kedudukan tersebut sehingga
dapat menjadi suatu pembahasan yang
komprehensif mengenai lembaga negara ini.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan
atas latar belakang yang telah dipaparkan, adapun perumusan yang dibahas dalam tesis ini
adalah:
1. Bagaimana
konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah amandemen UUD 1945 ?
2. Bagaimana Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat setelah dan sebelum Amandemen UUD 1945 ?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan
yang hendak dicapai sebagai berikut:
1.
Mengetahui konsep lembaga mejelis permusyarawatan rakyat setelah amandemen UUD
1945
2. Mengetahui
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah dan sebelum Amandemen UUD 1945 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anggota
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan presiden. Masa jabatan
anggota MPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota MPR mengucapkan
sumpah/janji bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna MPR.
Sebelum
UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun,
setelah UUD 1945 istilah lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada hanya
lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen
maka MPR termasuk lembaga negara. Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR
amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1.
mengubah
dan menetapkan undang-undang dasar;
2.
melantik
presiden dan wakil presiden;
3.
memberhentikan
presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar. MPR
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:
1.
mengajukan
usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar
2.
menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
3.
memilih
dan dipilih;
4.
membela
diri;
5.
imunitas;
6.
protokoler;
7.
keuangan
dan administratif.
Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai
berikut:
1.
mengamalkan
Pancasila;
2.
melaksanakan
UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan;
3.
menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;
4.
mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
5.
melaksanakan
peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.
B.
Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat
dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi saait itu. Hal ini telah
diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen)
menyebutkan, Sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung
dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Sejak
diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan
yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah
lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran pertama sejarah MPR,
yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.
Bergulirnya
reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil
keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi.
Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan
lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah
mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah
kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan
pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem
ketatanegaraan dapat berjalan optimal.
Pasal 1
ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan
Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan
kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara,
yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang
ditentukan oleh UUD 1945.
Tugas,
dan wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang
sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal
penting dan mendasar. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan
konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring
dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
;
a. Kekuatan bangsa Indonesia
terletak pada nilai‐nilai yang digali dari bumi Indonesia
dan dimiliki bangsa
Indonesia. Nilai‐nilai tersebut bersumber dari empat
konsensus
dasar bangsa yaitu ;
Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika,
b. Perkembangan lingkungan
strategis telah menimbulkan perubahan di seluruh
aspek kehidupan termasuk
pola sikap, pola pikir, dan pola tindak masyarakat.
Perubahan tersebut dirasakan
sangat mempengaruhi kehidupan nasional sehingga
dapat mengurangi rasa
kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong sebagai ciri
khas utama dan kepribadian
bangsa Indonesia yang apabila tidak diantisipasi secara
tepat dapat memperlemah
persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Sejalan dengan
perkembangan kehidupan, nilai‐nilai yang dimilki bangsa
Indonesia juga mengalami
perkembangan, oleh sebab itu sebagai bangsa yang telah
menegara harus memiliki
kemandirian yang didukung oleh jati diri bangsa. Nilai‐nilai
tersebut seyogyanya
diseimbangkan, diselaraskan dan diserasikan dengan
perkembangan yang terjadi
tanpa menghilangkan nilai‐nilai dasar yang telah dimiliki
oleh seluruh masyarakat
Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar