Rabu, 16 November 2011

penilaian terhadap sesama

jika kita ingin menilai seseorang jangan hanya menilai dari sisi negatif atau sisi positifnya, karena jika anda hanya menilai dari sisi negatif atau positif seseorang maka hanya akan mendapatkan kesimpulan yang belum tentu benar. Jika anda ingin menilai seseorang cobalah untuk menilai dari segi positif dan segi negatifnya kemudian pertimbangkan penilaian tersebut dan simpulkan, dengan cara itu anda akan dapat menilai seseorang dengan tepat.

Senin, 07 November 2011

Penilaian terhadap seseorang

jangan selalu menilai seseorang dari hal buruk yang pernah ia lakukan tetapi ingatlah mungkin dia telah banyak melakukan hal baik terhada diri anda,

Minggu, 06 November 2011

KONSEP NILAI MORAL, DAN NORMA, DALAM DUNIA KITA DALAM BERMASYARAKAT



BAB II
PEMBAHASAN

 A. NILAI
1. Pengertian Nilai
                Ada beberapa pengertian nilai menurut para ahli :
a. Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk
b. Horton dan Hunt (1987) menyatakan bahwa nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti apa tidak berarti. Dalam rumusan lain, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu hal. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan  seterusnya.
                Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
                Nilai bersumber pada budi pekerti yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.
Nilai sosial merupakan landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku

2. Macam-macam Nilai
                Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tinggi, maksudnya yaitu adanya tingkatan-tingkatan nilai. Menurutnya nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
a. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
b. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
c. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
d. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, nilai menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
b. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
c. Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rohani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1) nilai kebenaran
2) nilai keindahan/estetis
3) nilai kebaikan
4) nilai religius.
                Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Wujud nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercerminkan pada norma sosial.

3. Ciri-ciri Nilai
Ciri-ciri nilai antara lain sebagai berikut:
a. Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
b. Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri     melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
c. Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
d. Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
e. Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
f. Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
g.Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.

4. Fungsi Nilai
Nilai Sosial dapat berfungsi:
a. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau harapan,
b. Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,
c. Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya

B. MORAL
1. Pengertian Moral
                Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia.
                Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah system nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

2. Krisis Moralitas
                Dari kaca mata filsafat moral, beberapa skandal moral yang terjadi di negara kita dapat dibaca sebagai krisis atau pendangkalan (triviality) moralitas individu. Kita bisa saja sepakat dengan John Rawls yang mengatakan bahwa masing-masing kita adalah “pribadi moral” (moral person) yang memiliki kepekaan dan kesadaran tertentu terhadap nilai-nilai moral (dalam Peter Singer, 1979: 16-17).
                Faktor sebagai pribadi moral (moral person) inilah yang membuat kita berani mengkritik atau mengecam tindakan-tindakan tidak bermoral yang terjadi dalam masyarakat. Alasannya, setiap pribadi moral yang rasional seharusnya berperilaku berdasarkan pengertian yang tepat mengenai yang baik dan buruk secara moral. Dalam artian kita sebenarnya juga sepakat dengan pemikiran Aristoteles mengenai pentingnya pengertian yang tepat dalam menggerakkan dan mengarahkan setiap perilaku moral kita (Franz Magnis-Suseno, 1997: 37).
                Masalahnya adalah pengertian yang tepat mengenai yang baik dan buruk secara moral tidak menjadi jaminan seseorang akan bertindak baik secara bermoral.
                Yang kurang dihayati oleh manusia dan sekaligus menjadi krisis moralitas dalam dunia modern adalah semakin melemahnya karakter individu untuk berkembang dan bertumbuh secara lebih mendalam (in depth) dan mengakar. Kita seringkali lupa bahwa untuk dapat bertindak benar secara moral, seseorang dituntut tidak hanya mengetahui manakah tindakan-tindakan yang benar atau salah secara moral, tetapi juga “membiarkan dirinya diarahkan dan dibimbing oleh kebenaran-kebenaran moral tersebut” (Charles Taylor, 1989: 28).
                 Karena itu, kalau kemudian kita harus memaknakan skandal-kandal moral yang sedang terjadi dalam masyarakat, yang harus ditegaskan adalah tindakan-tindakan tidak bermoral terjadi ketika orang menghindari proses menjadi diri sendiri dengan sejuta komitmen untuk membiarkan diri dikuasai dan diarahkan oleh nilai-nilai moral ideal. perilaku-perilaku tidak bermoral terjadi etika dunia menyediakan segala fasilitas dan sarana yang dapat menghalangi proses pembentukan karakter moral pribadi, entah itu dalam bentuk kekayaan, kemajuan teknologi, kenikmatan gaya hidup, dan sebagainya.
                Skandal-skandal moral akan terus terjadi di republik ini kalau seluruh proses pendidikan serta sosialisasi nilai dan norma gagal membentuk katakter pribadi yang kuat secara moral, yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dasar yang dianutnya dan tidak kompromistis terhadap keadaan yang dihadapi.
                Pendidikan karakter dengan menginduksikan nilai-nilai moral dasar seperti menepati janji, konsekuen, jujur, dan adil dalam sebuah pengalaman belajar akan sangat membantu pembentukan karakter moral pribadi. Sementara itu, sanksi-sanksi sosial terhadap pelanggaran nilai dan norma yang tidak sebatas pada penegakan hukum positif, tetapi juga penolakan masyarakat terhadap eksistensi para pelaku tindakan tidak bermoral dapat menjadi sebuah pengalaman belajar yang penting dalam pembentukan pribadi moral (moral person).
               
3. Sosialisasi Nilai-nilai Moral
                Sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati norma-norma serta nilai-nilai masyarakat tempat ia menjadi anggota, sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakatnya. Jadi, proses sosialisasi membuat seseorang menjadi tahu dan memahami bagaimana harus bersikap dan bertingkah laku di lingkungan masyarakatnya.
                Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, Karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkam kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Pendidikan nilai moral seperti yang mereka lakukan kepada siswa adalah merupakan nilai sendiri, karena itu dalam pendidikan karakter pada anak pengenalan dini pada nilai baik dan buruk sangat diperlukan.

C. NORMA
                Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama.
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.
                Norma akan berkembang seiring dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
 Norma tidak boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas, bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.
                Norma merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.
1. Tingkatan Norma Sosial
Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat:
a) Cara (usage)
                Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam masyarakat tetapi tidak secara terus menerus.
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.
b) Kebiasaan (Folkways)
                Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
c) Tata kelakuan (Mores)
                Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Fungsi mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
d) Adat istiadat (Custom)
                Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Koentjaraningrat menyebut adat istiadat sebagai kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.
2. Macam-macam Norma Sosial
                Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut :
a. Norma agama
Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran norma ini dinamakan dosa.
Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.
b. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh: melecehkan wanita atau laki-laki didepan orang.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran.
Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat
d. Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.
e. Kode etik
Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.

D. Hubungan antara nilai dengan norma
                Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.
                Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.
                Di wilayah perdesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan telivisi swasta mulai dikenal, perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan. Tayangan-tayangan yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang seringkali memperlihatkan artis-artis yang berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat menjadi semakin longgar.
                Berbagai kalangan semakin permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya berpakaian normal, menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model rambut panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks zaman sekarang (modern) adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan. Jadi berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia
            Indonesia adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum oleh karena itu dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Adapun struktur ketatanegaraan Republik yang diatur dalam tujuh kunci pokok sebagai berikut :
1.      Negara hukum
        Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat ). Negara Indonesia berdasarkan atas hukum ( Rechtstaat ), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka ( Machtstaat ), mengandung arti bahwa  negara, termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga – lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.
2.      Sistem konstitsi
      Pemerintah berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan dibatasi oleh  ketentuan – ketentuan konstitusi dan juga oleh ketentuan – ketentuan hukum lain
merupakan produk  konstitusional. Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar. Kaidah – kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya. Hukum dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah Konvensi atau kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis), terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Meminjam rumusan ( dalam teori ) mengenai Konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “ Discretionary Plowers “. Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak yang semata – mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang kekuasaan itu sendiri
3.      Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi
      Presiden ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR dan DPR. Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 200    2, Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi  disamping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 pasal 6 A ayat 1, jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi merupakan mandataris MPR, melainkan dipilih oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
4.      Menteri Negara sebagai pembantu presiden
      Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR.  Presiden dalam melaksanakan tugas dibantu oleh menteri – menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
5.      Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas
      Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun Kepala negara tidak bertanggung jawab  kepada DPR, ia bukan “ Diktator “ artinya kekuasaan tidak terbatas, disini Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan mandataris MPR, namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.



6.      Negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan
      Negara Indonesia adalah negara hukum, negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri – ciri suatu negara hukum adalah :
a.      Pengakuan dan perlindungan hak – hak asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik,  hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b.      Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak.
c.      Indonesia merupakan yang menerapkan system Jaminan kepastian hukum kepada semua rakyatnya tanpa terkecuali.
d.     Kekuasaan Pemerintahan Negara Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
e.      Pemilihan Umum Hasil amandemen UUD 1945 tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali, diatur pasal 22E ayat 1.
f.        
g.      Wilayah Negara Pasal 25A UUD 1945 hasil amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan Undang – Undang.
h.      HAM menurut UUD 1945
Bangsa Indonesia di dalam hak asasi manusia terlihat lebih dahulu sudah memiliki aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “ kemerdekaan adalah hak segala bangsa “. Sebagai contoh didalam UUD 1945 pasal 28A menyatakan : “ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak memepertahankan hidup dan kehidupannya “. Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang hak asasi manusia didalam UUD 1945.
7.      Kekuasaan pemerintah Negara
      Negara Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya. Menurut sistem pemerintahan negara  berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, bahwa Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya kuat, disini kekuasaan Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugas menyimpang dari Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah anggota da    8n nn 2/3 dari jumlah anggota yang hadir pasal 7B ayat 7.

B.     Sistem Ketatanegaraan Indonesia Berdasarkan Pancasila
                Hukum dasar yang tak tertulis (konvensi) adalah aturan-aturan yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara. Untuk menyelidiki hukum dasar suatu Negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya dari UUD itu.
Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu Negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis kedudukan dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga Negara, lembaga masyarakat, warga Negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat norma-norma atau aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Indonesia adalah Negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, dalam segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam sistem peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal ini tidaklah lepas dari eksistensi pembukaan UUD 1945 yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia memilih kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu staasfundamentalnorm dan berada pada hirearkhi tertib hukum tertinggi di Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia. Pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia.
Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
            Dengan demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia. Dapat kita lihat bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut, secara umum dapat kita katakan bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi dari UUD tersebut yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal.
Pembukaan UUD 1945 yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dihapuskan. Materi yang dikandungnya sebagia dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen Perubahan mendasar UUD 1945. setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara.
            Sebelum amandemen kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan dan daerah-daerah dan golongan-golongan itu. Demikian besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan Presiden, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah Undang-undang Dasar.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan Negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan  yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan oronomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelenggara Negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
tidak adanya check and balances antar lembaga Negara dan kekuasaan terpusat pada Presiden Infrastruktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoly.
Dengan demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia.

CITA-CITA KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara pada Republik Indonesia
dimulai pada tahun 1945. Pada tahun itulah berdirinya Negara Republik
Indonesia sebagai suatu kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan
berkobar-kobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang dinamakan
bangsa.
1.Persatuan Indonesia merupakan ide besar yang merupakan  cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia
2. Persatuan Indonesia telah menjiwai proses penetapan bentuk negara. Bentuk negara yang telah dipilih harus memungkinkan terwujud dan terjaminnya Persatuan Indonesia.
3.Berdirinya Negara ini tidak hanya ditandai oleh Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang merumuskan berbagai masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur Negara mulai ada
 4. Walaupun secara jelas pada masa itu belum ada lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan adanya Aturan Tambahan  dan Aturan Peralihan  dalam UUD 1945.
5.Setelah UUD 1945 berlangsung selama 4 tahun diganti dengan  Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti lagi dengan UUDS 1950.  Pada masa UUDS 1950 terselenggara pemilihan umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat masyarakat dalam Undang-Undang Dasar. Hasil pemilihan umum tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai suatu lembaga  perwakilan rakyat, dan terbentuk Konstituante yang bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama beberapa tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara sepihak.
 Setelah itu dimulailah periode kembali ke UUD 1945 ditandai dengan  Dekrit Presiden tahun 1959. Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan zaman  ini Setelah tahun 1998 dimulai tuntutan-tuntutan akan perubahan mendasar di Republik Indonesia. Yang terpenting adalah dua tuntutan  masyarakat pada saat itu adalah Supremasi Hukum dan Amandemen atau Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah Perubahan Undang-Undang Dasar karena dalam  Sebelum Perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah sebagai  lembaga pemegang kedaulatan Rakyat. Dalam kekuasaan  Majelis Permusywaratan Rakyat ini seluruh aturan ketatanegaraan dirancang dan  diawasi.
Dalam menjalankan kekuasaan ini Majelis Permusyawaratan Rakyat bertindak seakan tidak pernah salah. Karena terkait dengan sistem ketatanegaraan, perekrutan anggota dan sistem pengambilan keputusan MPR (hal ini lebih dikhususkan pada masa orde baru). Dalam penelitian ini Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia akan dibahas dalam sudut pandang Kedudukan MPR Dan akibat  perubahan dari kedudukan tersebut sehingga dapat menjadi suatu pembahasan  yang komprehensif mengenai lembaga negara ini.    

B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan atas latar belakang yang telah dipaparkan, adapun  perumusan yang dibahas dalam tesis ini adalah:
1.   Bagaimana konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah amandemen  UUD 1945 ?
2.   Bagaimana Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah dan  sebelum     Amandemen UUD 1945 ? 


C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai sebagai berikut:
1. Mengetahui konsep lembaga mejelis permusyarawatan rakyat setelah amandemen UUD 1945  
2.   Mengetahui Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah dan  sebelum Amandemen UUD 1945 ? 


BAB II
PEMBAHASAN
 A.     Anggota MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan presiden. Masa jabatan anggota MPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota MPR mengucapkan sumpah/janji bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR.

Sebelum UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun, setelah UUD 1945 istilah lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada hanya lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen maka MPR termasuk lembaga negara. Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1.            mengubah dan menetapkan undang-undang dasar;
2.            melantik presiden dan wakil presiden;
3.            memberhentikan presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar. MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:

1.    mengajukan usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar
2.    menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
3.    memilih dan dipilih;
4.    membela diri;
5.    imunitas;
6.    protokoler;
7.    keuangan dan administratif.

Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai berikut:
1.    mengamalkan Pancasila;
2.    melaksanakan UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan;
3.    menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;
4.    mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
5.    melaksanakan peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.




B.   Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi saait itu. Hal ini telah diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) menyebutkan, Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran pertama sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.
Bergulirnya reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi. Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem ketatanegaraan dapat berjalan optimal.
Pasal 1 ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara, yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang ditentukan oleh UUD 1945.
Tugas, dan wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal penting dan mendasar. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia.











































BAB III

PENUTUP


KESIMPULAN

Dari uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai   berikut ;
a. Kekuatan bangsa Indonesia terletak pada nilainilai yang digali dari bumi Indonesia
dan dimiliki bangsa Indonesia. Nilainilai tersebut bersumber dari empat konsensus
dasar bangsa yaitu ; Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika,
b. Perkembangan lingkungan strategis telah menimbulkan perubahan di seluruh
aspek kehidupan termasuk pola sikap, pola pikir, dan pola tindak masyarakat.
Perubahan tersebut dirasakan sangat mempengaruhi kehidupan nasional sehingga
dapat mengurangi rasa kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong sebagai ciri
khas utama dan kepribadian bangsa Indonesia yang apabila tidak diantisipasi secara
tepat dapat memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Sejalan dengan perkembangan kehidupan, nilainilai yang dimilki bangsa
Indonesia juga mengalami perkembangan, oleh sebab itu sebagai bangsa yang telah
menegara harus memiliki kemandirian yang didukung oleh jati diri bangsa. Nilainilai
tersebut seyogyanya diseimbangkan, diselaraskan dan diserasikan dengan
perkembangan yang terjadi tanpa menghilangkan nilainilai dasar yang telah dimiliki
oleh seluruh masyarakat Indonesia