Rabu, 16 November 2011
penilaian terhadap sesama
jika kita ingin menilai seseorang jangan hanya menilai dari sisi negatif atau sisi positifnya, karena jika anda hanya menilai dari sisi negatif atau positif seseorang maka hanya akan mendapatkan kesimpulan yang belum tentu benar. Jika anda ingin menilai seseorang cobalah untuk menilai dari segi positif dan segi negatifnya kemudian pertimbangkan penilaian tersebut dan simpulkan, dengan cara itu anda akan dapat menilai seseorang dengan tepat.
Senin, 07 November 2011
Penilaian terhadap seseorang
jangan selalu menilai seseorang dari hal buruk yang pernah ia lakukan tetapi ingatlah mungkin dia telah banyak melakukan hal baik terhada diri anda,
Minggu, 06 November 2011
KONSEP NILAI MORAL, DAN NORMA, DALAM DUNIA KITA DALAM BERMASYARAKAT
BAB II
PEMBAHASAN
A. NILAI
1. Pengertian Nilai
Ada beberapa pengertian nilai menurut para ahli :
a. Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk
b. Horton dan Hunt (1987) menyatakan bahwa nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti apa tidak berarti. Dalam rumusan lain, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu hal. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan seterusnya.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Nilai bersumber pada budi pekerti yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.
Nilai sosial merupakan landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku
2. Macam-macam Nilai
Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tinggi, maksudnya yaitu adanya tingkatan-tingkatan nilai. Menurutnya nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
a. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
b. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
c. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
d. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, nilai menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
b. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
c. Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rohani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1) nilai kebenaran
2) nilai keindahan/estetis
3) nilai kebaikan
4) nilai religius.
Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Wujud nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercerminkan pada norma sosial.
3. Ciri-ciri Nilai
Ciri-ciri nilai antara lain sebagai berikut:
a. Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
b. Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
1. Pengertian Nilai
Ada beberapa pengertian nilai menurut para ahli :
a. Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai (value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk
b. Horton dan Hunt (1987) menyatakan bahwa nilai adalah gagasan mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti apa tidak berarti. Dalam rumusan lain, nilai merupakan anggapan terhadap sesuatu hal. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman, dan seterusnya.
Dari pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu kenyataan yang tersembunyi dibalik kenyataan-kenyataan lainnya. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian untuk selanjutnya diambil keputusan.
Nilai bersumber pada budi pekerti yang berfungsi mendorong dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.
Nilai sosial merupakan landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma yang berlaku
2. Macam-macam Nilai
Max Scheler menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tinggi, maksudnya yaitu adanya tingkatan-tingkatan nilai. Menurutnya nilai dapat dikelompokan dalam empat tingkatan yaitu :
a. Nilai kenikmatan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, menderita atau tidak enak,
b. Nilai kehidupan yaitu nilai-nilai penting bagi kehidupan yakni : jasmani, kesehatan serta kesejahteraan umum,
c. Nilai kejiwaan adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni,
d. Nilai kerohanian yaitu tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu, nilai menurut Notonagoro dibedakan menjadi tiga, yaitu :
a. Nilai material yaitu segala sesuatu yang berguna bagi jasmani manusia,
b. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan,
c. Nilai kerohanian yaitu segala sesuatu yang bersifat rohani manusia yang dibedakan dalam empat tingkatan sebagai berikut:
1) nilai kebenaran
2) nilai keindahan/estetis
3) nilai kebaikan
4) nilai religius.
Nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan kehidupan setiap manusia. Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai sistem nilai. Wujud nyata dari hubungan antara nilai dan moral tercerminkan pada norma sosial.
3. Ciri-ciri Nilai
Ciri-ciri nilai antara lain sebagai berikut:
a. Nilai sosial merupakan konstruksi abstrak dalam pikiran orang yang tercipta melalui interaksi sosial,
b. Nilai sosial bukan bawaan lahir, melainkan dipelajari melalui proses sosialisasi, dijadikan milik diri melalui internalisasi dan akan mempengaruhi tindakan-tindakan penganutnya dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tanpa disadari lagi (enkulturasi),
c.
Nilai sosial berkaitan satu dengan yang lain membentuk sistem nilai,
d.
Sistem nilai bervariasi antara satu kebudayaan dengan yang lain,
e.
Setiap nilai memiliki efek yang berbeda terhadap perorangan atau kelompok,
f. Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
g.Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.
f. Nilai sosial melibatkan unsur emosi dan kejiwaan, dan
g.Nilai sosial mempengaruhi perkembangan pribadi.
4. Fungsi Nilai
Nilai Sosial dapat berfungsi:
a. Sebagai faktor pendorong, hal ini berkaitan dengan nilai-nilai yang berhubungan dengan cita-cita atau harapan,
b. Sebagai petunjuk arah mengenai cara berfikir dan bertindak, panduan menentukan pilihan, sarana untuk menimbang penghargaan sosial, pengumpulan orang dalam suatu unit sosial,
c. Sebagai benteng perlindungan atau menjaga stabilitas budaya
B. MORAL
1. Pengertian Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia. Seorang pribadi yang taat kepada aturan-aturan, kaidah-kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya, dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
Helden (1977) dan Richard (1971) merumuskan pengertian moral sebagai kepekaan dalam pikiran, perasaan, dan tindakan dibandingkan dengan tindakan lain yang tidak hanya berupa kepekaan terhadap prinsip dan aturan. Selanjutnya, Atkinson (1969) mengemukakan moral atau moralitas merupakan pandangan tentang baik dan buruk, benar dan salah, apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan. Selain itu, moral juga merupakan seperangkat keyakinan dalam suatu masyarakat berkenaan dengan karakter atau kelakuan dan apa yang seharusnya dilakukan manusia.
Moralitas mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan moral, tetapi kata moralitas mengandung makna segala hal yang berkaitan dengan moral. Moralitas adalah system nilai tentang bagaimana seseorang seharusnya hidup secara baik sebagai manusia. Moralitas ini terkandung dalam aturan hidup bermasyarakat dalam bentuk petuah, wejangan, nasihat, peraturan, perintah, dan semacamnya yang diwariskan secara turun-temurun melalui agama atau kebudayaan tertentu. Jika sebaliknya yang terjadi maka pribadi itu dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
2. Krisis Moralitas
Dari kaca mata filsafat moral, beberapa skandal moral yang terjadi di negara kita dapat dibaca sebagai krisis atau pendangkalan (triviality) moralitas individu. Kita bisa saja sepakat dengan John Rawls yang mengatakan bahwa masing-masing kita adalah “pribadi moral” (moral person) yang memiliki kepekaan dan kesadaran tertentu terhadap nilai-nilai moral (dalam Peter Singer, 1979: 16-17).
Faktor sebagai pribadi moral (moral person) inilah yang membuat kita berani mengkritik atau mengecam tindakan-tindakan tidak bermoral yang terjadi dalam masyarakat. Alasannya, setiap pribadi moral yang rasional seharusnya berperilaku berdasarkan pengertian yang tepat mengenai yang baik dan buruk secara moral. Dalam artian kita sebenarnya juga sepakat dengan pemikiran Aristoteles mengenai pentingnya pengertian yang tepat dalam menggerakkan dan mengarahkan setiap perilaku moral kita (Franz Magnis-Suseno, 1997: 37).
Masalahnya adalah pengertian yang tepat mengenai yang baik dan buruk secara moral tidak menjadi jaminan seseorang akan bertindak baik secara bermoral.
Yang
kurang dihayati oleh manusia dan sekaligus menjadi krisis moralitas dalam dunia
modern adalah semakin melemahnya karakter individu untuk berkembang dan
bertumbuh secara lebih mendalam (in depth) dan mengakar. Kita seringkali lupa
bahwa untuk dapat bertindak benar secara moral, seseorang dituntut tidak hanya
mengetahui manakah tindakan-tindakan yang benar atau salah secara moral, tetapi
juga “membiarkan dirinya diarahkan dan dibimbing oleh kebenaran-kebenaran moral
tersebut” (Charles Taylor, 1989: 28).
Karena itu, kalau kemudian kita harus memaknakan skandal-kandal moral yang sedang terjadi dalam masyarakat, yang harus ditegaskan adalah tindakan-tindakan tidak bermoral terjadi ketika orang menghindari proses menjadi diri sendiri dengan sejuta komitmen untuk membiarkan diri dikuasai dan diarahkan oleh nilai-nilai moral ideal. perilaku-perilaku tidak bermoral terjadi etika dunia menyediakan segala fasilitas dan sarana yang dapat menghalangi proses pembentukan karakter moral pribadi, entah itu dalam bentuk kekayaan, kemajuan teknologi, kenikmatan gaya hidup, dan sebagainya.
Skandal-skandal moral akan terus terjadi di republik ini kalau seluruh proses pendidikan serta sosialisasi nilai dan norma gagal membentuk katakter pribadi yang kuat secara moral, yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dasar yang dianutnya dan tidak kompromistis terhadap keadaan yang dihadapi.
Karena itu, kalau kemudian kita harus memaknakan skandal-kandal moral yang sedang terjadi dalam masyarakat, yang harus ditegaskan adalah tindakan-tindakan tidak bermoral terjadi ketika orang menghindari proses menjadi diri sendiri dengan sejuta komitmen untuk membiarkan diri dikuasai dan diarahkan oleh nilai-nilai moral ideal. perilaku-perilaku tidak bermoral terjadi etika dunia menyediakan segala fasilitas dan sarana yang dapat menghalangi proses pembentukan karakter moral pribadi, entah itu dalam bentuk kekayaan, kemajuan teknologi, kenikmatan gaya hidup, dan sebagainya.
Skandal-skandal moral akan terus terjadi di republik ini kalau seluruh proses pendidikan serta sosialisasi nilai dan norma gagal membentuk katakter pribadi yang kuat secara moral, yang memiliki komitmen yang tinggi terhadap nilai-nilai moral dasar yang dianutnya dan tidak kompromistis terhadap keadaan yang dihadapi.
Pendidikan
karakter dengan menginduksikan nilai-nilai moral dasar seperti menepati janji,
konsekuen, jujur, dan adil dalam sebuah pengalaman belajar akan sangat membantu
pembentukan karakter moral pribadi. Sementara itu, sanksi-sanksi sosial
terhadap pelanggaran nilai dan norma yang tidak sebatas pada penegakan hukum
positif, tetapi juga penolakan masyarakat terhadap eksistensi para pelaku
tindakan tidak bermoral dapat menjadi sebuah pengalaman belajar yang penting
dalam pembentukan pribadi moral (moral person).
3. Sosialisasi Nilai-nilai Moral
Sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati norma-norma serta nilai-nilai masyarakat tempat ia menjadi anggota, sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakatnya. Jadi, proses sosialisasi membuat seseorang menjadi tahu dan memahami bagaimana harus bersikap dan bertingkah laku di lingkungan masyarakatnya.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, Karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkam kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Pendidikan nilai moral seperti yang mereka lakukan kepada siswa adalah merupakan nilai sendiri, karena itu dalam pendidikan karakter pada anak pengenalan dini pada nilai baik dan buruk sangat diperlukan.
C. NORMA
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama.
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.
3. Sosialisasi Nilai-nilai Moral
Sosialisasi merupakan suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati norma-norma serta nilai-nilai masyarakat tempat ia menjadi anggota, sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakatnya. Jadi, proses sosialisasi membuat seseorang menjadi tahu dan memahami bagaimana harus bersikap dan bertingkah laku di lingkungan masyarakatnya.
Pemerintah dan masyarakat diharapkan menjadi sekolah yang dapat mensosialisasikan (terutama dalam arti menghidupi) pendidikan nilai-nilai moral.Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, Karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkam kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi paham (domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domain psikomotor). Pendidikan nilai moral seperti yang mereka lakukan kepada siswa adalah merupakan nilai sendiri, karena itu dalam pendidikan karakter pada anak pengenalan dini pada nilai baik dan buruk sangat diperlukan.
C. NORMA
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan religi. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama.
Norma sosial adalah kebiasaan umum yang menjadi patokan perilaku dalam suatu kelompok masyarakat dan batasan wilayah tertentu.
Norma akan berkembang seiring
dengan kesepakatan-kesepakatan sosial masyarakatnya, sering juga disebut dengan
peraturan sosial. Norma menyangkut perilaku-perilaku yang pantas dilakukan
dalam menjalani interaksi sosialnya. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat
memaksa individu atau suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial
yang telah terbentuk. Pada dasarnya, norma disusun agar hubungan di antara
manusia dalam masyarakat dapat berlangsung tertib sebagaimana yang diharapkan.
Norma tidak
boleh dilanggar. Siapa pun yang melanggar norma atau tidak bertingkah laku
sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam norma itu, akan memperoleh
hukuman. Misalnya, bagi siswa yang terlambat dihukum tidak boleh masuk kelas,
bagi siswa yang mencontek pada saat ulangan tidak boleh meneruskan ulangan.
Norma
merupakan hasil buatan manusia sebagai makhluk sosial. Pada awalnya, aturan ini
dibentuk secara tidak sengaja. Lama-kelamaan norma-norma itu disusun atau
dibentuk secara sadar. Norma dalam masyarakat berisis tata tertib, aturan, dan
petunjuk standar perilaku yang pantas atau wajar.
1. Tingkatan Norma Sosial
Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat:
a) Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam masyarakat tetapi tidak secara terus menerus.
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.
b) Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
c) Tata kelakuan (Mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Fungsi mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
d) Adat istiadat (Custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Koentjaraningrat menyebut adat istiadat sebagai kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.
2. Macam-macam Norma Sosial
Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut :
a. Norma agama
Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran norma ini dinamakan dosa.
Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.
b. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh: melecehkan wanita atau laki-laki didepan orang.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran.
Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat
d. Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.
e. Kode etik
Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.
D. Hubungan antara nilai dengan norma
Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.
Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.
1. Tingkatan Norma Sosial
Berdasarkan tingkatannya, norma di dalam masyarakat dibedakan menjadi empat:
a) Cara (usage)
Cara adalah suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam masyarakat tetapi tidak secara terus menerus.
Contoh: cara makan yang wajar dan baik apabila tidak mengeluarkan suara seperti hewan.
b) Kebiasaan (Folkways)
Kebiasaan merupakan suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar. Contoh: Memberi hadiah kepada orang-orang yang berprestasi dalam suatu kegiatan atau kedudukan, memakai baju yang bagus pada waktu pesta.
c) Tata kelakuan (Mores)
Tata kelakuan adalah sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsur memaksa atau melarang suatu perbuatan. Fungsi mores adalah sebagai alat agar para anggota masyarakat menyesuaikan perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan tersebut. Contoh: Melarang pembunuhan, pemerkosaan, atau menikahi saudara kandung.
d) Adat istiadat (Custom)
Adat istiadat adalah kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya. Koentjaraningrat menyebut adat istiadat sebagai kebudayaan abstrak atau sistem nilai. Pelanggaran terhadap adat istiadat akan menerima sanksi yang keras baik langsung maupun tidak langsung. Misalnya orang yang melanggar hukum adat akan dibuang dan diasingkan ke daerah lain.
2. Macam-macam Norma Sosial
Norma sosial di masyarakat dibedakan menurut aspek-aspek tertentu tetapi saling berhubungan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya. Pembagian itu adalah sebagai berikut :
a. Norma agama
Norma agama berasal dari Tuhan, pelanggarannya disebut dosa
Norma agama adalah peraturan sosial yang sifatnya mutlak sebagaimana penafsirannya dan tidak dapat ditawar-tawar atau diubah ukurannya karena berasal dari Tuhan. Biasanya norma agama tersebut berasal dari ajaran agama dan kepercayaan-kepercayaan lainnya (religi). Pelanggaran norma ini dinamakan dosa.
Contoh: Melakukan sembahyang kepada Tuhan, tidak berbohong, tidak boleh mencuri, dan lain sebagainya.
b. Norma kesusilaan
Norma kesusilaan adalah peraturan sosial yang berasal dari hati nurani yang menghasilkan akhlak, sehingga seseorang dapat membedakan apa yang dianggap baik dan apa pula yang dianggap buruk. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat sanksi pengucilan secara fisik (dipenjara, diusir) ataupun batin (dijauhi).
Contoh: melecehkan wanita atau laki-laki didepan orang.
c. Norma kesopanan
Norma kesopanan adalah peraturan sosial yang mengarah pada hal-hal yang berkenaan dengan bagaimana seseorang harus bertingkah laku yang wajar dalam kehidupan bermasyarakat. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapatkan celaan, kritik, dan lain-lain tergantung pada tingkat pelanggaran.
Contoh: Tidak meludah di sembarang tempat, memberi atau menerima sesuatu dengan tangan kanan, kencing di sembarang tempat
d. Norma kebiasaan
Norma kebiasaan adalah sekumpulan peraturan sosial yang berisi petunjuk atau peraturan yang dibuat secara sadar atau tidak tentang perilaku yang diulang-ulang sehingga perilaku tersebut menjadi kebiasaan individu. Pelanggaran terhadap norma ini berakibat celaan, kritik, sampai pengucilan secara batin.
Contoh: Membawa oleh-oleh apabila pulang dari suatu tempat, bersalaman ketika bertemu.
e. Kode etik
Kode etik adalah tatanan etika yang disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.
Contoh: kode etik jurnalistik, kode etik perwira, kode etik kedokteran. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.
Norma agama dan norma kesusilaan berlaku secara luas di setiap kelompok masyarakat bagaimanapun tingkat peradabannya. Sedangkan norma kesopanan dan norma kebiasaan biasanya hanya dipelihara atau dijaga oleh sekelompok kecil individu saja, sedangkan kelompok masyarakat lainnya akan mempunyai norma kesopanan dan kebiasaan yang tersendiri pula.
D. Hubungan antara nilai dengan norma
Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.
Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat.
Di
wilayah perdesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan telivisi swasta mulai
dikenal, perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi
pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan. Tayangan-tayangan yang didominasi
oleh sinetron-sinetron mutakhir yang seringkali memperlihatkan artis-artis yang
berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi
masyarakat menjadi semakin longgar.
Berbagai
kalangan semakin permisif terhadap kaum remaja yang pada mulanya berpakaian
normal, menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model
rambut panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin
sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang
sekarang dianggap trendy dan sesuai dengan konteks zaman sekarang (modern)
adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan. Jadi
berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat.
Pancasila dalam Konteks Ketatanegaraan Republik Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Struktur Ketatanegaraan Republik Indonesia
Indonesia
adalah negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum oleh karena itu dalam
segala aspek pelaksanaan dan penyelenggaraan negara diatur dalam sistem
peraturan perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian
Pancasila dalam konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Adapun struktur
ketatanegaraan Republik yang diatur dalam tujuh kunci pokok sebagai berikut :
1.
Negara hukum
Indonesia ialah negara
yang berdasarkan atas hukum (Rechtstaat ). Negara Indonesia berdasarkan atas
hukum ( Rechtstaat ), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka ( Machtstaat ),
mengandung arti bahwa negara, termasuk didalamnya pemerintahan dan lembaga
– lembaga negara lainnya dalam melaksanakan tindakan apapun.
2.
Sistem konstitsi
Pemerintah berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak
terbatas). Sistem ini memberikan penegasan bahwa cara pengendalian pemerintahan
dibatasi oleh ketentuan – ketentuan konstitusi dan juga oleh ketentuan –
ketentuan hukum lain
merupakan
produk konstitusional. Sistem Konstitusi (Hukum Dasar) Republik
Indonesia, selain tersusun dalam hukum dasar yang tertulis yaitu UUD 1945, juga
mengakui hukum dasar yang tidak tertulis. Perlu diperhatikan bahwa kaidah –
kaidah hukum ketatanegaraan tidak hanya terdapat pada hukum dasar. Kaidah –
kaidah hukum ketatanegaraan terdapat juga pada berbagai peraturan
ketatanegaraan lainnya seperti dalam Tap. MPR, UU, Perpu, dan sebagainya. Hukum
dasar tidak tertulis yang dimaksud dalam UUD 1945 adalah Konvensi atau
kebiasaan ketatanegaraan dan bukan hukum adat (juga tidak tertulis),
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara. Meminjam rumusan ( dalam
teori ) mengenai Konvensi dari AV. Dicey : adalah ketentuan yang mengenai
bagaimana seharusnya mahkota atau menteri melaksanakan “ Discretionary Plowers
“. Dicretionary Plowers adalah kekuasaan untuk bertindak atau tidak bertindak
yang semata – mata didasarkan kebijaksanaan atau pertimbangan dari pemegang
kekuasaan itu sendiri
3.
Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi
Presiden
ialah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi disamping MPR dan DPR.
Berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 200
2, Presiden penyelenggara pemerintahan tertinggi disamping MPR dan
DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 pasal 6 A ayat 1,
jadi menurut UUD 1945 ini Preiden tidak lagi merupakan mandataris MPR,
melainkan dipilih oleh rakyat. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR.
4.
Menteri Negara sebagai pembantu presiden
Menteri
Negara tidak bertanggung jawab kepada DPR. Presiden dalam melaksanakan
tugas dibantu oleh menteri – menteri negara, pasal 17 ayat 1 (hasil amandemen).
5.
Kekuasaan kepala Negara tidak terbatas
Kekuasaan
Kepala Negara Tidak Tak Terbatas, meskipun Kepala negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR, ia bukan “ Diktator “ artinya kekuasaan tidak terbatas,
disini Presiden adalah sudah tidak lagi merupakan mandataris MPR, namun
demikian ia tidak dapat membubarkan DPR atau MPR.
6.
Negara hukum berdasarkan Pancasila bukan
berdasarkan kekuasaan
Negara Indonesia adalah negara hukum,
negara hukum berdasarkan Pancasila bukan berdasarkan kekuasaan.
Ciri
– ciri suatu negara hukum adalah :
a.
Pengakuan dan perlindungan hak – hak
asasi yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan.
b.
Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh
kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak.
c.
Indonesia merupakan yang menerapkan
system Jaminan kepastian hukum kepada semua rakyatnya tanpa terkecuali.
d. Kekuasaan
Pemerintahan Negara Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik
Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu
oleh seorang Wakil Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya.
e.
Pemilihan Umum Hasil amandemen UUD 1945
tahun 2002 secara eksplisit mengatur tentang Pemilihan Umum dilakukan secara
langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap 5 tahun sekali, diatur
pasal 22E ayat 1.
f.
g.
Wilayah Negara Pasal 25A UUD 1945 hasil
amandemen 2002 memuat ketentuan bahwa, Negara Kesatuan Republik Indonesia
adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas
– batas dan hak – haknya ditetapkan dengan Undang – Undang.
h.
HAM menurut UUD 1945
Bangsa
Indonesia di dalam hak asasi manusia terlihat lebih dahulu sudah memiliki
aturan hukumnya seperti dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 1 dinyatakan bahwa : “
kemerdekaan adalah hak segala bangsa “. Sebagai contoh didalam UUD 1945 pasal
28A menyatakan : “ Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak memepertahankan
hidup dan kehidupannya “. Pasal 28A sampai dengan pasal 28J mengatur tentang
hak asasi manusia didalam UUD 1945.
7.
Kekuasaan pemerintah Negara
Negara
Pasal 4 ayat 1 UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD 1945, Presiden dibantu oleh seorang Wakil
Presiden pasal 4 ayat 2 dalam melaksanakan tugasnya. Menurut sistem
pemerintahan negara berdasarkan UUD 1945 hasil amandemen 2002, bahwa
Presiden dipilih langsung oleh rakyat secara legitimasi. Presiden kedudukannya
kuat, disini kekuasaan Presiden tidak lagi berada dibawah MPR selaku
mandataris. Akan tetapi jika Presiden dalam melaksanakan tugas menyimpang dari
Konstitusi, maka MPR melakukan Impeachment, pasal 3 ayat 3 UUD 1945 dan
dipertegas oleh pasal 7A. Proses Impeachment agar bersifat adil dan obyektif
harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi, pasal 7B ayat 4 dan 5, dan jika
Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan Wakil Presiden melanggar
hukum, maka MPR harus segera bersidang dan keputusan didukung 3/4 dari jumlah
anggota da 8n nn 2/3 dari jumlah anggota
yang hadir pasal 7B ayat 7.
B.
Sistem Ketatanegaraan Indonesia Berdasarkan
Pancasila
Hukum
dasar yang tak tertulis (konvensi) adalah aturan-aturan yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan Negara. Untuk menyelidiki hukum dasar
suatu Negara tidak cukup hanya menyelidiki pasal-pasal UUD nya saja, akan
tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan suasana kebatinannya
dari UUD itu.
Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu Negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis kedudukan dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga Negara, lembaga masyarakat, warga Negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat norma-norma atau aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Hukum dasar tertulis (UUD) merupakan kerangka dan tugas-tugas pokok dari badan-badan pemerintah suatu Negara dalam menentukan mekanisme kerja badan-badan tersebut seperti eksekutif, yudikatif dan legislatif.
Undang-undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis kedudukan dan fungsi dari UUD 1945 merupakan pengikat bagi pemerintah, lembaga Negara, lembaga masyarakat, warga Negara Indonesia sebagai hukum dasar UUD 1945 memuat norma-norma atau aturan-aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Indonesia adalah Negara
demokrasi yang berdasarkan atas hukum. Oleh karena itu, dalam segala aspek
pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara diatur dalam sistem peraturan
perundang-undangan. Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian Pancasila dalam
konteks ketatanegaraan Republik Indonesia. Hal ini tidaklah lepas dari
eksistensi pembukaan UUD 1945 yang dalam konteks ketatanegaraan Indonesia
memilih kedudukan yang sangat penting karena merupakan suatu
staasfundamentalnorm dan berada pada hirearkhi tertib hukum tertinggi di
Indonesia. Dalam kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia.
Pada hakikatnya merupakan suatu dasar dan asas kerohanian dalam setiap aspek
penyelenggaraan Negara termasuk dalam penyusunan tertib hukum di Indonesia.
Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Maka kedudukan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, sesuai dengan yang tercantum dalam penjelasan tentang pembukaan UUD yang termuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II no. 7, hal ini dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber hukum positif Indonesia.
Dengan
demikian seluruh peraturan perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada
Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia. Dapat
kita lihat bahwa pancasila dalam konteks ketatanegaraan RI. Dalam beberapa
tahun ini Indonesia mengalami perubahan yang sangat mendasar mengenai sistem
ketatanegaraan. Dalam hal perubahan tersebut, secara umum dapat kita katakan
bahwa perubahan mendasar setelah empat kali amandemen UUD 1945 ialah komposisi
dari UUD tersebut yang semula terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh dan
Penjelasannya, berubah menjadi hanya terdiri atas pembukaan dan pasal-pasal.
Pembukaan UUD 1945 yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dihapuskan. Materi yang dikandungnya sebagia dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen Perubahan mendasar UUD 1945. setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara.
Pembukaan UUD 1945 yang semula ada dan kedudukannya mengandung kontroversi karena tidak turut disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dihapuskan. Materi yang dikandungnya sebagia dimasukkan, diubah dan ada pula yang dirumuskan kembali ke dalam pasal-pasal amandemen Perubahan mendasar UUD 1945. setelah empat kali amandemen, juga berkaitan dengan pelaksana kedaulatan rakyat dan penjelmaannya ke dalam lembaga-lembaga Negara.
Sebelum
amandemen kedaulatan yang berada di tangan rakyat, dilaksanakan sepenuhnya oleh
Majelis Permusyawaratan Rakyat. Majelis yang terdiri atas anggota-anggota DPR
ditambah dengan utusan dan daerah-daerah dan golongan-golongan itu. Demikian
besar dan luas kewenangannya. Antara lain mengangkat dan memberhentikan
Presiden, menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara, serta mengubah
Undang-undang Dasar.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan Negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan oronomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelenggara Negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
tidak adanya check and balances antar lembaga Negara dan kekuasaan terpusat pada Presiden Infrastruktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoly.
Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan Negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi yang memuat aturan dasar tentang kehidupan yang demokratis, supremasi hukum, pemberdayaan rakyat, penghormatan hak asasi manusia dan oronomi daerah. Hal ini membuka peluang bagi berkembangnya praktek penyelenggara Negara yang tidak sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, antara lain sebagai berikut:
tidak adanya check and balances antar lembaga Negara dan kekuasaan terpusat pada Presiden Infrastruktur yang dibentuk, antara lain partai politik dan organisasi masyarakat Pemilihan Umum (Pemilu) diselenggarakan untuk memenuhi persyaratan demokrasi formal karena seluruh proses tahapan pelaksanaannya dikuasai oleh pemerintah. Kesejahteraan sosial berdasarkan Pasal 33 UUD 1945 tidak tercapai justru yang berkembang adalah sistem monopoli dan oligopoly.
Dengan demikian seluruh peraturan
perundang-undangan di Indonesia harus bersumber pada Pembukaan UUD 1945 yang di
dalamnya terkandung dasar filsafat Indonesia.
CITA-CITA KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah
kehidupan berbangsa dan bernegara pada Republik Indonesia
dimulai pada tahun 1945.
Pada tahun itulah berdirinya Negara Republik
Indonesia sebagai suatu
kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan
berkobar-kobar hatinya,
menimbulkan suatu kesadaran batin yang dinamakan
bangsa.
1.Persatuan Indonesia
merupakan ide besar yang merupakan
cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia
2. Persatuan Indonesia telah
menjiwai proses penetapan bentuk negara. Bentuk negara yang telah dipilih harus
memungkinkan terwujud dan terjaminnya Persatuan Indonesia.
3.Berdirinya Negara ini
tidak hanya ditandai oleh Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan
tetapi hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang merumuskan berbagai
masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945 berbagai struktur dan unsur Negara
mulai ada
4. Walaupun secara jelas pada masa itu belum
ada lembaga-lembaga yang diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat
diatasi dengan adanya Aturan Tambahan
dan Aturan Peralihan dalam UUD
1945.
5.Setelah UUD 1945
berlangsung selama 4 tahun diganti dengan
Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti lagi dengan UUDS
1950. Pada masa UUDS 1950 terselenggara
pemilihan umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat masyarakat dalam Undang-Undang
Dasar. Hasil pemilihan umum tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
suatu lembaga perwakilan rakyat, dan
terbentuk Konstituante yang bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama
beberapa tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara sepihak.
Setelah itu dimulailah periode kembali ke UUD
1945 ditandai dengan Dekrit Presiden
tahun 1959. Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan zaman ini Setelah tahun 1998 dimulai
tuntutan-tuntutan akan perubahan mendasar di Republik Indonesia. Yang
terpenting adalah dua tuntutan
masyarakat pada saat itu adalah Supremasi Hukum dan Amandemen atau
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka
yang dipakai dalam karya ilmiah ini adalah Perubahan Undang-Undang Dasar karena
dalam Sebelum Perubahan UUD 1945
kedudukan MPR adalah sebagai lembaga
pemegang kedaulatan Rakyat. Dalam kekuasaan
Majelis Permusywaratan Rakyat ini seluruh aturan ketatanegaraan
dirancang dan diawasi.
Dalam
menjalankan kekuasaan ini Majelis Permusyawaratan Rakyat bertindak seakan tidak
pernah salah. Karena terkait dengan sistem ketatanegaraan, perekrutan anggota
dan sistem pengambilan keputusan MPR (hal ini lebih dikhususkan pada masa orde
baru). Dalam penelitian ini Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
akan dibahas dalam sudut pandang Kedudukan MPR Dan akibat perubahan dari kedudukan tersebut sehingga
dapat menjadi suatu pembahasan yang
komprehensif mengenai lembaga negara ini.
B. Rumusan Permasalahan
Berdasarkan
atas latar belakang yang telah dipaparkan, adapun perumusan yang dibahas dalam tesis ini
adalah:
1. Bagaimana
konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah amandemen UUD 1945 ?
2. Bagaimana Kedudukan Majelis Permusyawaratan
Rakyat setelah dan sebelum Amandemen UUD 1945 ?
C. Tujuan
Penelitian
Tujuan
yang hendak dicapai sebagai berikut:
1.
Mengetahui konsep lembaga mejelis permusyarawatan rakyat setelah amandemen UUD
1945
2. Mengetahui
Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah dan sebelum Amandemen UUD 1945 ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Anggota
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan
umum. Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan presiden. Masa jabatan
anggota MPR lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota MPR yang baru
mengucapkan sumpah/janji. Sebelum memangku jabatannya, anggota MPR mengucapkan
sumpah/janji bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang
paripurna MPR.
Sebelum
UUD 1945 diamandemen, MPR berkedudukan sebagai lembaga tertinggi negara. Namun,
setelah UUD 1945 istilah lembaga tertinggi negara tidak ada yang ada hanya
lembaga negara. Dengan demikian, sesuai dengan UUD 1945 yang telah diamandemen
maka MPR termasuk lembaga negara. Sesuai dengan Pasal 3 Ayat 1 UUD 1945 MPR
amandemen mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut:
1.
mengubah
dan menetapkan undang-undang dasar;
2.
melantik
presiden dan wakil presiden;
3.
memberhentikan
presiden dan wakil presiden dalam masa jabatannya menurut undang-undang dasar. MPR
bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibu kota negara. Dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya, anggota MPR mempunyai hak berikut ini:
1.
mengajukan
usul perubahan pasal-pasal undang-undang dasar
2.
menentukan
sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan;
3.
memilih
dan dipilih;
4.
membela
diri;
5.
imunitas;
6.
protokoler;
7.
keuangan
dan administratif.
Anggota MPR mempunyai kewajiban sebagai
berikut:
1.
mengamalkan
Pancasila;
2.
melaksanakan
UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan;
3.
menjaga
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kerukunan nasional;
4.
mendahulukan
kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
5.
melaksanakan
peranan sebagi wakil rakyat dan wakil daerah.
B.
Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat
dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi saait itu. Hal ini telah
diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen)
menyebutkan, Sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung
dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Sejak
diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan
yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah
lembaran baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.
Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran pertama sejarah MPR,
yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.
Bergulirnya
reformasi yang menghasilkan perubahan konstitusi telah mendorong para pengambil
keputusan untuk tidak menempatkan MPR dalam posisi sebagai lembaga tertinggi.
Setelah reformasi, MPR menjadi lembaga negara yang sejajar kedudukannya dengan
lembaga-lembaga negara lainnya, bukan lagi penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
yang melaksanakan kedaulatan rakyat. Perubahan Undang-Undang Dasar telah
mendorong penataan ulang posisi lembaga-lembaga negara terutama mengubah
kedudukan, fungsi dan kewenangan MPR yang dianggap tidak selaras dengan
pelaksanaan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sehingga sistem
ketatanegaraan dapat berjalan optimal.
Pasal 1
ayat (2) yang semula berbunyi: “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.” , setelah perubahan
Undang-Undang Dasar diubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan demikian pelaksanaan
kedaulatan rakyat tidak lagi dijalankan sepenuhnya oleh sebuah lembaga negara,
yaitu MPR, tetapi melalui cara-cara dan oleh berbagai lembaga negara yang
ditentukan oleh UUD 1945.
Tugas,
dan wewenang MPR secara konstitusional diatur dalam Pasal 3 UUD 1945, yang
sebelum maupun setelah perubahan salah satunya mempunyai tugas mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar sebagai hukum dasar negara yang mengatur hal-hal
penting dan mendasar. Oleh karena itu dalam perkembangan sejarahnya MPR dan
konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar mempunyai keterkaitan yang erat seiring
dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
;
a. Kekuatan bangsa Indonesia
terletak pada nilai‐nilai yang digali dari bumi Indonesia
dan dimiliki bangsa
Indonesia. Nilai‐nilai tersebut bersumber dari empat
konsensus
dasar bangsa yaitu ;
Pancasila, Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan Sesanti Bhinneka Tunggal Ika,
b. Perkembangan lingkungan
strategis telah menimbulkan perubahan di seluruh
aspek kehidupan termasuk
pola sikap, pola pikir, dan pola tindak masyarakat.
Perubahan tersebut dirasakan
sangat mempengaruhi kehidupan nasional sehingga
dapat mengurangi rasa
kebersamaan, kekeluargaan dan gotong royong sebagai ciri
khas utama dan kepribadian
bangsa Indonesia yang apabila tidak diantisipasi secara
tepat dapat memperlemah
persatuan dan kesatuan bangsa.
c. Sejalan dengan
perkembangan kehidupan, nilai‐nilai yang dimilki bangsa
Indonesia juga mengalami
perkembangan, oleh sebab itu sebagai bangsa yang telah
menegara harus memiliki
kemandirian yang didukung oleh jati diri bangsa. Nilai‐nilai
tersebut seyogyanya
diseimbangkan, diselaraskan dan diserasikan dengan
perkembangan yang terjadi
tanpa menghilangkan nilai‐nilai dasar yang telah dimiliki
oleh seluruh masyarakat
Indonesia
Langganan:
Postingan (Atom)